SAMAN HUDI
Pulang! Pulanglah…………..!
Pulang ya pulang mungkin kata inilah yang membahagiakan
untukku dan semua kawanku. Setelah genap lima bulan berada di negara
orang, meninggalkan sanak saudara,
kekasih tercinta yang entah dimana rimbanya, serta antah berantah mana lagi
yang meski perlu diingat. Tapi tidak bagiku, rasa itu tertinggal dipojok kecil
penuh debu. Penuh sarang laba-laba yang usang untuk dibuka. Seberatahukah
dirimu tentang perasaanku, jika aku berfirasat aku tahu perasaanmu tapi belum
tentu kau tahu persaanku. Kuingat-ingat lagi kata Mario teguh dalam tayangan
tontonan TV itu, “bahwa penyesalan terbesar adalah cinta yang tidak pernah
dikatakan” dengan nada sebijak mungkin penuh irama lembut dan gentlemen.
***
Pagi hari dikampung halaman begitu
berbeda, suasana desa yang dingin menusuk-nusuk kalbu bersamaan datangnya rona
merah matahari diujung ufuk timur
membuatku ingin menatap langit sejenak menikmati udara pagi itu, setelah
kuambil air dari kamar mandi untuk mengambil air sembahyang. Sejuk kurasakan,
dingin tetes air tak mampu mengalahkan keinginanku untuk tidur kembali sembari
menelungkupkan badan yang kubungkus dengan selimut. Sejenak terbersit dalam
ingatanku, kota yang negaranya pernah kusinggahi. Panas! tak sedingin pagi ini.
Ramai dengan bahasa yang sulit kupahami. Tentunya disana jualah kutemukan
cinta, yang tak perlu ku mengemis sudah kudapatkan karena kau tahu bahwa Tuhan
akan menjodohkan kita dimanapun berada meski dirimu tak pernah tau rasaku.
Kota kecil itu, menjadi saksi bisu berseminya
cintaku padamu. Terima kasih! kasih banyak atas dirimu yang mengijinkanku
mengenal sejenak indahnya cinta. Berada disimu walau sementara membuatku
senang. Pengabdian walau hanya lima bulan mampu mnumbuhkan rasa itu, rasa yang
jarang kumiliki untuk sesiapa saja yang kusebut dia hawa. Shamanta, begitulah
ku namai gadis bermata bidadari itu, yang kelak pada akhirnya membuatku takut
menyentuh hatinya dan tak mampu ku ungkapkan cintaku padanya karena satu
alaasan yaitu, biarlah aku dan dirimu menjadi kawan selamanya. Bukankah mungkin
untuk kita bertemu jadi sepasang jodoh. Sepasang janji merpati untuk kembali ,
kembali dirumah yang ditinggalkannya.
Si empunya merpati tak pernah ragu,
untuk melepas merpati terbaik. Karena merpati terbaik tidak akan pernah lupa
rumah yang ditinggalkannya. Jika aku rindu aku akan menyapamu kembali wahai
juwitaku. Dan kini aku harus pergi . terima kasih mengajarkanku tentang arti
cinta, yang tak membuatku mengemis untuknya. Aku selalu berdoa untukmu dan
untukku. Jika hatiku kembali niscaya bukan semata menemuimu, atau mengharapkan
cintaku yang hatimu terima tapi untuk
cinta kita. Kalau mungkin cinta kita membawa derita, itu pertanda tak usahlah
kau kecap cinta. Dan mungkin janji tak usah ku tetapi jika akhirnya kita
tersakiti. Akan lebih indah sama-sama dalam dinginnya sepi. Karena dengan sepi
kita bahagia mengenang memori.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar