Persahabatan memang membutuhkan pengorbanan
Lima belas sekawan begitulah
bapak kami menamai angkatan lima kkn ppl terpadu Indonesia Thailand. Bagaimana
tidak bangga? Mampu mengirimkan mahasiswanya ke Thailand / luar negeri
merupakan prestasi tersensiri bagi STAIN Kediri dalam persiapannya menuju IAIN.
Kami berangkat penuh keyakinan bahwa kami semua dapat berhasil membawa visi
misi yang juga diingkan STAIN selain visi misi pribadi. Tapi apalah day jika
Tuhan berkehendak lain. Persahabatan kami terjalin begitu erat tanpa pandang
status social ataupun jurusan. Ada yang
dari PAI, PA, PBA, TBI, Ushuludin. Kami belajar bersama, merangkai mimpi
bersama, bertujuan sama mengharumkan nama bangsa entah ada pengaruhnya tau
tidak kami tak pernah berpikir tentang itu. Kami hanya tau bahwasannya
khidupann tidak hanya tentang penerimaan, pemanfaatan, kepentingan, kesalahan
atau apalah yang kau artikan itu.
Lima belas sekawan itu terdiri
dari hasyim (PBA), Tamim (PBA), Nilna (PBA), Winda (TBI), Dwi (PAI), Rozikin
(PAI),Akmal (PAI), Melly (PAI), Anik (PAI), An Nisak (PAI),Diyan (PAI), Ismail
(PA), Wardah (PA), Amil (PA), Diyah (At). Kata dalam kurung merupakan asal
jurusan mereka PAI ( Pendidikan Agama Islam), PBA (Pendidikan Bahasa Arab), TBI
(Tadris Bahasa Inggris), PA (Perbandingan Agama), At (Akhlak Tasawuf) kami
bersatu sebagai delegasi STAIN Kediri.
Karena kami semua harus dipencar
sendiri-sendiri kami tak tau keadaab teman kami satu sama lain. Lebih parah
lagi kami terhuung dengan media social WA, Facebook, Line tapi kami tak cukup
uang untuk membeli paket internetan hanya wifi lah andalan kami satu-satunya.
Ada yang terhubung ada yang memang sengaja tak mau menghubungkan diri entah
sebab apa.
Akhir-akhir ini berita duka
menyelimuti kami, Dwi teman kami yang ditugaskan di Pattani sakit. Dia meronta
kesakitan hingga melambaikan tangan dan berucap “saya menyerah”. Dalam keadaan
inilah semua kawan saling mendukung , menguatkan dan member motivasi untuk
tetap bertahan. Saya pun juga ikut khawatir, pasalnya sakit bersama keluarga
saja tak enak apalagi ini jauh dari keluarga. Dwi menderita kista yang lama di
idapnya. Sejak tujuh bulan yang lalu dia tak pernah haid alias menstruasi. Atau
mungkin kista di rahimnya semakin membesar, kami juga tak pernah tau. Apalagi
bukan ahli kami untuk menerka sebuah penyakit seperti itu, kami bukan lah dukun
apalagi paranormal.
Di Nawawit Islam Pattani, Dwi
tinggal bersama ck gu yang lain. Dwi bercerita bahwa mereka semua baik, dia
juga diberi sepeda motor untuk kemudahannya melakukan aktivitas. Hanya saja Dwi
tak pernah bercerita kalau dia punya kista, ketika sakit dan dibawa ke dokter,
dari sini bermulalah semuanya. Dokter Thailand menyangka Dwi hamil, nah yang
membuat semakin bahwa ternyata semua cek gu di Nawawit Islam percaya hal itu.
Tanpa tedeng aling-aling dwi memang sempat agak dijauhi tapi ternyata dia sakit
beneran. Akhirnya mas islmail kawan kami yang menjadi coordinator team dari
STAIn membantu Dwi untuk bisa pulang secepatnya dan berobat di Indonesia supaya
lekas sembuh. Pengalaman yang membawa mas Ismail mempunyai banyak hubugan
dengan orang-orang Thailand yang membawa kami kisini membuahkan hasil yang
cukup menenagnkan. Dwi bisa pulang dengan syarat semua biaya ditanggung Dwi.
Sudah jatuh tertimpa tangga begitulah kiranya peribahasa yang tepat untuknya.
Tapi tak apa untuk sebuah persahabatan kami selalu membantu sebisanya. Mas mail
yang pontang panting kesana kemari membantu dwi sampai tempat kawan kami nilna yang dekat Malaysia akses
Dwi pulang. Dia mengambil tiket air asia tujuan KL-JKT-SBY. Selamat jalan
kawan, begitulah hari itu yang terucap dari mulut manis kawan ku amil dan
nilna. Kami bertiga mengantar dwi sampai sungai kolok. Sebagai pertanda
pershabatan menengok teman yang sakit adalah suatu kewajiban. Jauh dari
keluarga membuat kami tampil kuat dan tegar adalah jurus andalan. Begitulah
kiranya hidup tidak hanya tentang cinta, sakit hati dan galau tapi juga sakit
fisik dan perpisahan. Teruntuk Dwi Anggraini Semoga lekas sembuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar